![]() |
Saat masih di atas dak. |
Sebenarnya,
secara prinsip, memindah antena parabola dengan memasang baru itu
relatif tidak jauh beda. Yakni harus memenuhi kaidah-kaidah baku.
Antara lain, tahu letak satelit yang hendak dituju, tidak terhalang
bangunan atau benda padat lain, dan tiang harus tegak lurus. Itu hal
dasar. Walau, ada kalanya, karena pengalaman, ada teknisi yang walau
tiang penyangga antena tidak tegak lurus bisa juga pointing. Tetapi,
kalau saya yang amatiran ini, posisi tegak lurus itu hal mutlak.
Namanya juga newbie, bawaannya ingin sesuai pakem melulu.
Juga
karena sedang direnovasi, antena parabola saya yang selama ini saya
letakkan di dak atap rumah, harus saya pindah ke tempat lain agar
tidak menghalangi aktifitas para tukang yang sedang membuat kamar di
lantai dua. Seperti sudah pernah saya posting, antena jaring saya itu
berukuran 6 feet merek Paramount dengan empat LNB (Palapa-D,
Telkom-1, Asiasat-7 dan Chinasat-11).
Demi
hal tersebut, saya harus mengorbankan dengan memapras pohon belimbing
di depan teras rumah. Tidak sampai memotong total sih, karena nanti,
kalau lantai dua sudah jadi, si Paramount saya itu akan saya naikkan
lagi. Tadinya saya berpikir akan membeli tiang besi ke tukang rongsok
setinggi sekitar dua setengah meter, karena tiang yang biasa saya
pakai di dak rumah itu hanya pendek sekali. Padahal kalau ditaruh di
depan rumah kan harus agak tinggi, agar LNB-nya tidak diutak-atik
anak-anak kecil teman-teman si bungsu yang suka bermain di halaman
rumah saya. Tetapi saya punya ide agar irit. Yakni, dengan hanya
memakai tiang dari kayu, dengan bagian atas yang saya kasih pipa PVC
ukuran 2”, yang celakanya; ternyata saat saya masuki lubang tiang
mounting susah sekali. Tak bisa mak bles masuk sesuai
harapan, tetapi hanya sebagiannya saja. Saya pikir segitu pun tak
apa-apalah. Yang penting gak gampang goyang, yang penting sudah
relatif kuat.
Tidak
sendiri sih waktu memindahkannya. Karena si Paramount itu saya pindah
secara utuh; tidak melepas LNB, tidak melepas tiang fokus. Dengan
dibantu seorang tetangga, akhirnya si jamur saya turun takhta; dari
yang tadinya di atas dak, menjadi di depan rumah.
Setelah
dipindah, tentu saja pekerjaan belum selesai: saatnya cek sinyal.
Apakah hilang, ataukah tinggal? Untuk ritual ini saya sangat terbantu
dengan jimat sakti bernama satfinder. Dengannya, acara
tracking menjadi tak perlu bawa-bawa reciever dan tv portable.
Awalnya beberapa TP di satelit yang saya koleksi sempat terpantau
zonk. Tetapi setelah saya goyang dumang beberapa saat, buzzer
pada satfinder menjerit; batang signal terpantau sudah.
Tinggal memaksimalkan saya.
Syukurlah,
setalah diutak-atik sebentar, semua channel masih terpantau aman.
Walau masih belum seperti saat di dak atap, CNN Indonesia yang
biasanya anteng di 75%, kini agak turun sedikit dari angka itu tetapi
yang penting semua tetap saja cling. Termasuk channel SpaceToon
kesukaan si bungsu, dan Prambors Channel kegemaran si sulung.
Celakanya, belakangan ini malah saya yang kurang suka nonton tivi,
dan hanya demen utak-atik dishnya saja. Hehe..*****