Sabtu, 19 November 2022

Evinix DM-01 || Digital Modulator

AWALNYA, layanan siaran tv kabel di tempat kerja saya ini masih analog. Kini sudah migrasi ke digital. Istilahnya ASO, Analog Switch Off. Tentu ada beberapa konsekuensi. Misal, bagi pesawat televisi yang belum ber-tuner digital, agar bisa menerima siaran mesti ditambah perangkat Set Top Box. Iya, persis di siaran digital terrestrial. STB-nya juga sama. Bedanya, frekuensi digital pada tv kabel sinyal dirambatkan pakai jaringan kabel. Sedangkan untuk terrestrial sinyal ditransmisikan memakai gelombang yang dipancarkan dari menara pemancar.

Konsekuensi lainnya adalah bila sebelumnya kami bisa meng-inject CCTV kini tak bisa lagi. Karena jaringan CCTV kami masih analog. Maka dibutuhkan perangkat tambahan: Modulator digital. Karena kalau pakai trasmodulator, walau secara fitur lebih oke, dibanding modulator harganya pun juga berlipat ganda.

Maka kami mengajukan pengadaan modulator saja. Sebiji. Itu pun harganya sudah lebih dari dua jeti. Merk-nya Evinix, typenya DM-01. Toh cuma pakai untuk CCTV. Itu pun nanti. Karena tugas awal si modulator di waktu ini adalah ke Qatar dulu.

Secara bentuk, modulator ini seukuran STB. Dengan cara setting yang tak seberapa rumit, walau pilihan bahasanya tak ada yang bahasa Indonesia.

Display dan tombol ada di bagian atas. Terdapat beragam menu. Setel frekuensi, penamaan channel dan pilihan negara dll. Yang lagi-lagi tiada nama Indonesia. Tak soal. Kita bisa pilih nama negara yang secara teknologi digital


 menggunakan bandwidth serupa dengan yang kita pakai. Misal yang menggunakan bandwidth 8 meter. Di situ ada: Thailand. Nama negara lain sih ada, tapi yang ber-bandwidth 7 m.

Source bisa dari bermacam device: CCTV, DVD player, STB juga (tertulis di manual book) bisa pakai antena langsung. Terdapat pilihan input maupun output. Namun, sekalipun frekuensi output bisa disetel, sayangnya ia hanya bisa mengeluarkan 1 output siaran/konten saja. Sehingga, kalau menginginkan ada tiga atau empat siaran yang di-inject-kan, otomatis dibutuhkan alat modulator sejumlah itu. Tentu kalau demikian yang dimaui, transmodulator lebih mumpuni. ****

Selasa, 08 November 2022

ASO di Surabaya || Kapan❓

SETELAH sempat kurang ada kepastian di tahap 1 dan 2, akhirnya tanggal 2 kemarin ASO juga. Walau bukan secara nasional dan mencakup seluruh Indonesia Raya tanah air beta. Masih Jabodetabek dulu. Tak apalah. Yang penting Jakarta dan sekitarnya sudah. Alhamdulillah lancar. Kalaulah ada stasiun tivi di Jabodetabek yang tetap bersiaran di kanal analog padahal sudah dibilang ASO, rasanya tak perlu merasa terkejut. Bukankah dari awal sudah terbaca stasiun tv mana saja yang kesannya enggan. Bersiaran di jalur analog kesannya sudah menjadi semacam confort zone bagi mereka.

Syukurlah, akhirnya grup tv besar itu nurut. Ikut ASO juga, walau selangkah lebih telat dibanding yang lain. Dengan masih menayang berita: bahwa banyak warga kecewa karena ASO, dengan framing warga, wabil khusus rakyat kecil, belum siap menerima program migrasi ini karena keberatan untuk beli STB, kok rasanya di tivi lain tidak menyiarkan berita itu. Jadi, begini saudara, saudara: berita dan atau sejenis itu yang ditayang di saluran informasi di media-media grup itu, adalah semacam mencari pembenar bahwa siaran analog masih belum saatnya sekarang disuntik mati karena golongan wong cilik masih memerlukannya.

Pada titik ini saya jadi ingat, ada teman di pelosok yang nyeletuk, "Orang kota itu terlalu manja. TV dijadikan digital saja rewel. Belum siap-lah, sosialisasi kurang-lah. Nih, di desa pelosok, di lereng gunung, sinyal televisi dari pemancar gak ada yang tembus. Makanya demi agar bisa nonton televisi, mesti pasang parabola. Dari zaman Mpeg2, lalu ganti Mpeg4, harus ganti receiver, tetap saja beli. Gak nunggu gratisan. Sudah gitu, siaran RCTI, MNCTV, GLOBALTV gak bisa ditangkap pakai parabola secara FTA. Harus bayar. Eh sekarang bosnya bilang perhatian dan peduli sama wong cilik...."

Eh, maaf, maaf kata. Kok jadi agak sengak begini?😇

Dibilang ini terlalu mendadak kok nggak juga. Sejak zaman Menkominfo-nya Pah M. Nuh ini. Kok dibilang mendadak. Makanya HP itu dipakai browsing cari infornasi, jangan dibuat tik-tokan melulu.

ASO Jabodetabek sudah. Dengan imbas harga STB menjadi melambung jauh terbang tinggi bersama mimpi. Sekarang menunggu kota-kota lain dimatikan siaran tv analognya. Surabaya kanan❓

Secara insfrastruktur sepertinya juga sudah siap, warganya pun relatif siap. Di toko-toko elektronik kecil juga sudah banyak yang jual STB. Bahkan di pasar krempyeng juga sudah ada. Dengan asumsi sekarang ini orang merasa tak berat hati beli kuota internet, padahal cuma bermasa akfif tigapuluh hari, tentu sebuah STB-DVB-T2 yang bisa dipakai jangka lama --bila tak rusak sih😊--, secara harga sepertinya tak terlalu memberatkan, sepertinya lho ya.

Semoga ASO secara nasional segera bisa diterapkan. Bukan sekadar agar siaran tv menjadi clink, namun frekuensi analog sebagai sumber daya yang amat terbatas bisa segera digunakan untuk kepentingan lain yang lebih bermanfaat. *****