Senin, 03 Juli 2017

Pasang LNB Ku Band pada Dish Ex Indovision

UNTUK memasang LNB Ku band pada tiang fokus bekas pay tv yang memakai LNB S band (macam Indovision atau TopTV) ada beberapa cara. Tetapi saya lebih suka melubangi pantat LNB untuk kemudian dipasang baut di situ. Jadi, kita tinggal memasang LNB Ku band dengan baut di pantatnya itu, ke lubang baut bekas LNB S band. Iya, karena disitulah letak titik fokus pantulan sinyal satelit.

Simpel dan tak terlalu ribet. (Foto: ediwe)
Cara memasang baut sih terbilang tidak sulit. Kita tinggal mencongkel casing LNB, maka terbelah jadi dua. Jangan khawatir, untuk memasangnya, juga gampang kok. Yakni, setelah baut terpasang pada titik tengah pantat casing LNB, kita bisa menyatukan lagi casing LNB Ku band itu sampai berbunyi klik. Rapat lagi deh. Dan LNB Ku band telah siap diajak nembak si Ninin, SMV atau satelit lain yang memancarkan sinyal Ku band.

Selamat mencoba.*****

Jumat, 12 Mei 2017

Ada IndonesiaTV di MUX TVRI

SEMINGGU yang lalu, ada teman membeli televisi baru. Pilihannya, konon karena rayuan pelayan toko, adalah merek Samsung Ultra HD 43”. Sesampainya di rumah, saat disetel, adalah tampilan gambar gak sejernih saat di toko. Tentang ini jelaslah sudah, bahwa di toko elektronik, source yang dimasukkan ke televisi , untuk memikat calon pembeli, kalau bukan dari DVD, tentu mengunakan antena parabola.

Beruntunglah di pesawat televisi jenis tersebut telah tertanam pula tuner DVB-T2. Sehingga, selain bisa menangkap siaran televisi analog yang kadang berbonus semut itu, dimungkin juga untuk menangkap konten digital yang beningnya jan mak cling tenan. Kurang beruntungnya juga ada, yakni sayang sungguh sayang; kanal digital di Surabaya ini cuma sebagian saja yang mengudara. Hanya MUX TVRI dan TranCorp dan Metro saja (dua yang saya sebut belakangan, kadang cekot-cekot sinyalnya --kata teman-teman) yang kedetek masih on air. Yang lainnya (baca MUX Viva, Emtek, MNC) masih lelap dalam tidur panjang yang entah kapan bangunnya.
Promo Program IndonesiaTV. (Foto: ediwe)

Sekarang (saat saya membuat tulisan ini) sudah masuk bulan kelima tahun 2017, dan kalau (konon) pada tahun 2018 kanal analog semua dimatikan, secara gampang ngitungnya; waktu itu tinggal tujuh bulan lagi. Melihat geliat siaran digital terrestrial yang begini-begini saja, mari bersama-sama kita menyanyikan sebait lagunya mendiang Utha Likumahuwa; mungkinkah terjadi, oh... mungkinkah terjadi.......

Oh, tentu; dalam menghadapi sesuatu haruslah tidak pesimistis. Paling tidak, pada masa uji coba kedua sekarang ini (sebagai perpanjangan uji coba tahap pertama yang enam bulan itu), walau MUX lain hanya diisi oleh konten yang segrupnya saja, MUX TVRI sebagai wadah uji coba dimaksud, kontennya lebih beragam. Selain milik TVRI sendiri, paling tidak telah ada muatan lain disana. Inspira, CNN Indonesia, NusantaraTV dan NET yang sudah HD. Dan yang terbaru, ada IndonesiaTV di MUX-nya TVRI.
Isi MUX TVRI (foto: ediwe)

Itulah geliat tertatih siaran TV digital di Surabaya, bagaimana perkembangan di tempat Anda? *****

Senin, 17 April 2017

Menanti Dish Mini Si Ninin

ADA kabar gembira yang diembuskan oleh admin grup resmi Ninmedia di sosmed. Bahwa, mereka sedang mempersiapkan dish mini berdiameter 35 cm yang bisa dipasang sendiri oleh user. Ukuran itu mengingatkan kita akan keberhasilan seorang tracker yang bisa lock Ninin hanya dengan menggunakan tutup panci yang bisa kita tonton di YouTube.

Kalau dish ini telah tersedia di pasaran (tentu harapannya harganya sangat ramah di kantong) dan akan head to head dengan antena UHF yang akan mendapatkan lawan serius. Tidak melulu soal harga, tetapi penonton yang agak terganggu kala melihat layar tivi bersemut, bisa jadi akan risi bila ada yang nyeletuk, 'tivi masa kini, gambar masa gitu?'

Dengan nyaris setiap orang punya handphone, perkara kemana dish mesti diarahkan untuk bisa menerima sinyal Ninmedia yang terpancar via satelit Chinasat 11, adalah bukan menjadi masalah pelik. Dengan menggunakan aplikasi satfinder di android, dengan gampang kita bisa ketahui arah dish mesti menghadap.

Ambil misal untuk TKP saya yang di Surabaya ini, ketika saya pilih Chinasat 11 pada menu satelit, saya dapatkan arahnya adalah 296º. Arah ini, Anda tahu, adalah arah kiblat untuk patokan area Surabaya. Iya, kalau diperhatikan lebih detail lagi, pada aplikasi tersebut telah lengkap tidak hanya azimuth dan elevasi, tetapi sekaligus LNB Skew-nya. Komplet bukan?

Dengan sinyal luber plus panduan satfinder yang akurat, tidak ada alasan bagi tracker newbie sekalipun untuk gampang menyerah dan bilang gagal lock.

Bagaimana, apa masih ada yang gagal paham? Kalau ada, ngopi-ngopilah sejenak, lalu lanjut tracking lagi. Salam Freesat.*****

Rabu, 01 Maret 2017

Hadiah dari Ninmedia

BERUNTUNG sekali, beberapa bulan yang lalu, saya termasuk salah satu dari sekian orang yang dianggap oleh Ninmedia berhak mendapatkan hadiah seperangkat alat tracking. Bukan diberi begitu saja, tetapi harus diadu dulu dalam berkreasi corat-coret dish dengan tema FreeSat Ninmedia.
Seperangkat hadiah dari Ninmedia.

Awalnya saya posting foto dish ex si Jeruk di medsos sih cuma iseng saja. Tetapi, tak terpaut waktu lama saya baca si Ninin mengadakan adu kreasi ngecat dish, masih juga secara iseng, saya ikutkan pula foto tersebut. Dan alhamdulillah ikutan menang.

Karena di rumah sudah ada si jaring (Paramount 6 feet dengan LNB standrad alias Palkom) + dish ex Astro yang sudah menghadap si Ninin (belakngan –agar tampak kekinian-- saya kawinkan dengan SES9), makanya beberapa bulan hadiah dari Ninin itu hanya tergeletak begitu saja di gudang.

Sayang sih sayang, tetapi mau dipasang di mana atau untuk lock satelit apa lagi?

Gambar makain 'tamvan' dengan tv satelit (walau gratisan)
Nah, seorang teman yang baru selesai merenovasi rumahnya, mula-mula tanya tentang televisinya yang gambarnya beberapa channel masih kurang jernih. Padahal jarak rumahnya di Menganti (Gresik) dengan antena pemancar di daerah Sambikerep (Surabaya barat), ibarat kata, hanya selemparan batu saja. Lalu ia tanya ini-itu tentang tv satelit yang pakai parabola mini (agar tak makan tempat bila dipasang) sekaligus gak pakai bayar langganan. Apa lagi ya jawabannya kalau bukan Ninmedia.
Akhirnya terpasang juga. (Foto-foto: Kang Edi)

Begitu saya terangkan plus-minus dari si Ninin, rupanya ia tertarik. Singkat kata singkat cerita, hadiah dari si Ninin itu akhirnya terpasang di atas teras rumah kawan saya tadi.

Secara ukuran, dish itu diameternya tak seberapa besar. Walau logonya telah dihapus dengan ditimpa cat dan ditempeli sticker freesat by Ninmedia, saya rasa itu dish ex Viva+ yang sudah gulung tikar. Dengan dish semungil itu, ternyata daya tangkap sinyal lumayan tamvan juga. Pada satfinder terbaca kualitas sinyal mencapai angka 87%-90%. namuan pada reciever MMP Lombok, anteng di 90%. Iya,secara paket hadiah, reciever yang saya terima adalah si mungil Elbox Latte. Tetapi ia masih saya simpan di rumah. *****

Kamis, 19 Januari 2017

Ngawinin Desi dan Ninin

SETELAH sempat beberapa saat nongol di Ninmedia, channel milik MNC grup saat ini kembali zonk di Chinasat-11. Ya, Anda benar; kecuali kanal I-NewsTV. Padahal, kalau RCTI, MNCTV dan GlobalTV ada di Ninmedia, wih, sudah termasuk komplit channel TV nasionalnya. Tetapi begitulah MNC grup, jangankan yang gratisan alias FTA, pada saluran televisi berbayar (selain milik Hary Tanoe sendiri) saja ia juga tidak ada. Kesannya, channel-channel tersebut memang dibuat sebagai sesuatu yang eksklusif dan hanya ada di jaringan MNC Media. Ya, sekali lagi Anda betul; selain yang di satelit Palapa-D tentu saja. Ohya, Anda kembali benar; selain yang di SES-9 alias TVDesa.

Dengan demikian, bila sudah lock satelit Chinasat-11 (Ninmedia) pada 98.0ºE dan ingin menonton tayangan RCTI, MNCTV dan GlobalTV, tinggal tambah satu LNB Ku-band lagi untuk lock satelit SES-9 di posisi 108.2* E.

Sebagai pemula, awalnya saya juga kesulitan untuk tracking SES-9, tetapi setelah mencoba beberapa kali, akhirnya dapat juga ngawinin Si Desi (sebutan untuk TVDesa) dengan si Ninin (julukan Ninmedia) dalam satu dish.

Sepiring berdua; Chinasat-11 dan SES-9. (Foto: Kang Edi)
Karena sinyal dari transponder 11026 V 20200 milik si Desi ini relatif pelit, awalnya saya masukin TP 11569 V 20000 milik Indovision (?). Sinyalnya lumayan luber sehingga gampang dicari. Ohya, saya menggunakan satfinder untuk ritual ini, tetapi, dengan menggunakan reciever dan pesawat televisi juga boleh kok. Yang penting bisa tracking, dan jangan lupa, karena sasaran tembaknya bermain di Ku-band, settingnya kudu yang Universal.. Nah, bila TP 11569 V 20000 sudah bisa dikunci, biasanya TP-nya si Desi juga ikutan nempel. Tinggal di-blind scan atau bisa juga dengan memasukkan TP secara manual. Usahakan proses mencari si Desi ini di kala cuaca cerah, karena kalau cuaca mendung, si Desi sering malu-malu menampakkan batang sinyalnya.

Maaf, saya tidak mengukur berapa centimeter jarak LNB antara Chinasat-11 dan SES-9. Lha wong dalam mencari tadi saya gerakkan LNB secara pelan-pelan pakai tangan. Nah, setelah batang sinyal muncul, baru deh si LNB saya pasang secara lebih kuat. Ohya, kalau dalam foto tampak LNB untuk si Desi saya buatkan tiang tersendiri dari pipa PVC, itu hanya supaya lebih gampang saja dan relatif tidak mengganggu tiang utama yang sudah ditempati LNB si Ninin.

Belum banyak sih channel di SES-9 ini. Dari yang belum banyak itu, dengan adanya si RCTI, MNCTV dan GlobalTV, paling tidak (mumpung masih FTA) bisa melengkapi koleksi saluran yang sudah ada di Nenmedia. *****

Kamis, 12 Januari 2017

Ajal Siaran TV Digital Terrestrial?

IYA, saya akan menulis tentang televisi lagi. Tetapi, kali ini, bukan tentang Ninmedia yang sejauh ini, walau telah ada FashionTV, NHK Word, Al Jazeera, Zing, DW (sekalipun yang saya sebut itu masih nongol sebagai test signal) ketahuilah, MNC grup masih belum ada. Bukan pula tentang si pendatang baru dari MMP atau SMV, yang walau sama-sama gratisan, tetapi ada perbedaan mendasar dengan Ninmedia. Yakni, bila kita bisa menyaksikan siaran dari Ninmedia (Chinasat-11/98*E) dengan hanya memakai perangkat yang dijual bebas di pasaran, tetapi untuk bisa menyaksikan konten dari SMV/MMP, perangkatnya kita harus kita beli dari mereka. Kabarnya, akhir Januari ini, setelah sekian waktu melakukan siaran percobaan, SMV akan resmi mengudara dengan platform yang disebut FTV, Free to View. Bukan FTA, Free to Air, seperti yang diterapkan oleh Ninmedia. Iya, kali ini, saya kembali menulis tentang siaran tv digital terrestrial. Nah, bagaimana kabar siaran televisi digital terrestrial di tempat Anda?

Seperti yang sempat diberitakan dan menjadi perhatian bagi sebagian pemirsa yang menunggu realisasi migrasi siaran televisi dari analog ke digital, era dimana gambar televisi yang diterima pesawat televisi kita tidak lagi bersemut walau antena sudah dipasang tinggi-tinggi sekali. Kerinduan itu itu bukan tanpa sebab, karena bukankah telah penah tersiar kabar pemerintah akan melakukan switch off siaran televisi analog yang konon memakan bandwitdh dan segera melakukan upgrade sistem penyiaran ke teknologi digital.

Laiknya langkah si renta, progress penerapan sistem yang di negara maju adalah sebuah kelaziman dan keniscayaan ini disini ternyata sangat tertatih sekali. Ada saja ganjalannya, ada saja kendalanya. Baik teknis, maupun (yang lebih dominan, sepertinya) adalah hal non teknis.

Untuk hal teknis, sejak 15 Juni sam 15 Desember 2016 kemarin, pemerintah dan beberapa lembaga penyiaran yang concern mendukung program ini, melakukan ujicoba non kemersial di beberapa kota Indonesia dengan TVRI sebagai penyedia insfrastruskturnya. Intinya, konten milik beberapa lembaga penyiaran itu dipancarkan menggunakan MUX milik TVRI. Maaf, saya tak hafal di kota mana televisi apa saja yang mengudara melalui uji coba ini. Tetapi, di Surabaya ini, tadi malam saya sempatkan untuk mengintipkannya untuk Anda.

Kalau MUX MNC grup (ch. 41/643 MHz) sudah sekian lama tiada itu saya sudah duga, tetapi kok ketika saya cari MUX MetroTV (ch. 25/506 MHz) juga sudah tidak lagi mengudara itu yang saya baru tahu. Termasuk MUX TransCorp (ch. 27/522 MHz) yang ternyata ikutan menghilang, menyusul MUX Viva grup (ch. 23/490 MHz), dan Emtek yang sedari dulu turun dari udara setelah sebentar sempat on air.

Kini, praktis tinggal konten TVRI yang masih bisa dinikmati. Yakni, TVRI1 Jatim, TVRI2 Jatim, TVRI3, TVRI4 plus peserta ujicoba non kemersial yang 'digendongnya'; CNN Indonesia, NusantaraTV dan Inspira.

Sepertinya, program migrasi ini makin lemah saja gaungnya. Dan detak yang makin melemah, kita tahu, adalah pertanda ajal telah tak terlalu jauh jaraknya. Kalau demikian kenyataannya, pemirsa televisi di negeri ini mesti entah sampai kapan lebih bersabar lagi untuk menunggu menikmati siaran televisi dengan konten beragam dan gambar yang cling bebas bintik. Produsen televisi yang telah melangkah begitu maju dengan menghadirkan produk kualitas bagus yang bisa memanjakan mata pemirrsa, menjadi kurang berguna ketika siaran yang tertangkap masih analog dan cuma segitu mutunya.

Tetapi, untungnya, selalu ada pilihan dalam hidup. Tak perlu menyebut, untuk bisa menikmati siaran berkualitas digital tetapi tetap tak berbayar, kalau mau, ada kok pilihannya. Mau? *****