Sabtu, 15 Oktober 2022

Berita TV Berita

MINGGU lalu, dalam mengakhiri membaca berita di KompasTV, Aiman Witjaksono juga pamit. Bukan pamit untuk esok bertemu lagi di Kompas Malam, misalnya. Tapi pamit betulan. Iya, pamit resign dari KompasTV

Orang tv berita pindah-pindah adalah hal lumrah. Lihat CNN Indonesia. Orang-orang dari tv berita, atau paling tidak orang pemberitaan di televisi hiburan, banyak yang ngumpul disana. Mulai Desi Anwar, Putri Ayuningtyas, dan berderet nama lainnya. Kania Sutisnawinata juga pernah hengkang ke Bloomberg tv, dan ketika Bloomberg TV Indonesia cuma bertahan mengudara seumur jagung lalu gulung layar, Kania balik lagi ke MetroTV. Don Bosco Selamun, pun demikian. Pernah di SCTV, lalu ke MetroTV, lalu ke BeritaSatu, lalu balik lagi ke MetroTV.

Banyak nama orang pemberitaan di tv Indonesia, barangkali tak begitu saja bisa lepas dari Karni Ilyas. Misal, saat si pemilik suara serak itu masih pemred di Liputan6 SCTV, Don Bosco masih wakilnya. Rosiana Silalahi, Arief Suditomo atau Ira Kusno, Alvito Deanova, Bayu Setiono masih News Anchor-nya.

Kini  Rossi pemred KompasTV, Arief Suditomo (selepas dari pemred di RCTI dan sempat jadi anggota DPR), sekarang pemred di MetroTV.

Balik ke Aiman. Serara waktu, ia lama di Seputar Indonesia RCTI. Beberapa waktu sebelum ke KompasTV, sempat saya lihat Aiman membaca berita di TVRI. Sayang saya tak sempat memotretnya. Kini Aiman sudah keluar dari KompasTV. Kemana?

Ada adagium di orang-orang perhotelan. Bahwa, orang-orangnya ya itu-itu saja. Muter. Dari hotel satu ke hotel lainnya. Lalu balik kucing ke hotel pertama. Biasa. Lazim. Pun, sepertinya, orang tv juga demikian. Termasuk Aiman. Balik lagi ke Kebun Jeruk. Markas MNC grup. Pegang INews.

Ingin jadi nomor satu itu perlu. Termasuk dengan squad sekuat ini: Tommy Tjokro, Prabu Revolusi dan Aiman Witjaksono. Tapi semua tv berita juga punya asa yang sama. Ingin jadi yang terdepan. Sekaligus terpercaya!

Perlu diingat, pemegang kontrolnya tetap pemirsa. Lewat remote. Juga, pemirsa tahu kok. Mana yang independen, mana tv berita yang partisan. Terlebih, bos besar tv berita itu punya parpol. 

Penelitian yang dinisiasi oleh profesor ilmu politik dari Amerika Serikat, Taberez A Neyasi bersama pakar komunikasi poltik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi dan dimuat oleh jurnal Social Media Society menyebutkan, berbeda dengan di negara barat, hoax di Indonesia (kadang) justru disebarkan oleh media mainstream. Nah.

Tetapi, mungkin daya lekat di otak kita memang tak terlalu kuat, sehingga gampang lupa. Misal, tak sedikit orang yang antipati kepada satu media (tv) karena menilai tv tersebut pro ke capres tertentu. Dan pada saat bersamaan pemirsa itu lebih percaya ke tv lain yang diniliai lebih bisa netral berdasar hasrat politik yang sejalan. Padahal, kedua tv (berita) tersebut setali tiga uang. Sama-sama secara tersirat namun kelihatan. Punya capres masing-masing berdasar nalar: bosnya sama-sama orang parpol.

Pemilu kian dekat. Untuk menjadi nomor satu dan dalam menyongsong ingar-bingar gelaran pesta demokrasi, masing-masing tv berita sudah menyiapkan program andalan. Pada yang demikian itu, seyogianya pemirsa juga punya andalan: persikap bijak dan tak gampang jadi korban berita.

Saya: Edi Winarno, salam! (tolong dibaca seperti gaya Aiman Witjaksono saat mengakhiri program Aiman)😊 ****

Selasa, 11 Oktober 2022

Wajah Baru BERITA SATU

TANGGAL 11 Oktober 2022 hari ini, Berita Satu sebagai NewsChannel bertransformasi menjadi BTV. Logonya sih, menurut saya, teramat biasa. Acaranya? Maaf, karena masih sehari, saya belum sempat memperhatikan apa andalannya. 

Sepertinya, BTV tak meninggalkan begitu saja kekuatan news-nya, walau nantinya bisa jadi ia akan menjadi televisi dengan suguhan program yang lebih 'ringan'. Atau bahkan bermodal menayang cuplikan konten YouTube sebagaimana On the Spot-nya Trans|7 dan acara sejenis di televisi lain. Di BTV, program itu (yang masih sering di-re run) bernama Jendela Dunia. Apa itu salah? Secara kaidah ekonomi sah; tak perlu repot bikin, bermodal izin ke pembuat konten, tinggal cuplik, diminati pemirsa, lalu disusul pemasang iklan. Apanya yang salah? Tidak ada. 

Sejauh ini, syukurlah, tak semua stasiun tv menayang program macam itu. 


Balik lagi ke BTV, apakah kehadirannya bisa menyeruak menjadi yang akan dinikmati pemirsa? Ataukah masih bernasib sama seperti Berita Satu yang belum menang saat berlaga di palagan persaingan News Channel dengan lawan tanding macam MetroTV, tvOne, KompasTV, juga CNN Indonesia

Don Bosco Selamun pernah beberapa waktu meninggalkan MetroTV sebagai pemred dan memegang Berita Satu. Sebelum akhirnya balik lagi ke Metro. Tak terlalu unggul, bisa jadi, karena si Berita Satu ini bermain di jalur kabel dan pay tv. Bukan FTA terrestrial sebagaimana news channel lainnya. Sebagaimana Mytv, milik konglomerat Datuk Tahir, yang tak terlalu menonjol di persaingan televisi tanah air. 

Makanya, gebrakan BTV sebagai wajah baru dari BeritaSatu, didahului dengan menggenjot jangkauan siaran terrestrial di banyak kota. Dengan cara, agar cepat, 'bekerjasama' dengan tv-tv lokal di daerah. Misal dengan MaduTV Nusantara.

Sebagai tv lokal Tulungagung yang merambah Kediri dan Surabaya dengan memakai MUX Media grup, menjadikan BTV otomatis bersiaran pula di area tersebut.

Saya tak hendak menerka-nerka model kerjasamanya itu bagaimana, namun terulang lagi tv besar Jakarta memakai tv lokal sebagai 'jalan' untuk memperluas jangkauannya. 

Saya berharap, semoga MaduTV sebagai tv lokal masih bermur panjang. Dan jangan dulu menjadi kenangan macam MHTV, SUNTV, atau SpaceToon di kota ini.****

Sabtu, 01 Oktober 2022

Antena Indor atau Outdor, Mana Lebih Baik?

MEMBACA postingan teman teknisi yang mumet karena mendapati customer yang ngotot tidak mau pakai antena outdor tetapi menuntut semua channel tv digital bisa tertangkap menggunakan antena indor, ada kasihan kepada teman teknisi tersebut.

Bisa jadi si empunya rumah kadung yakin antena indor yang telah dibelinya tersebut memang punya kemampuan menangkap sinyal secara maksimal, walau dipasang di dalam rumah. Bisa jadi keyakinan itu didapat dari penjual antena, lewat iklan misalnya. Atau lewat chat dengan penjual di olshop. Dibumbui video testimoni.

Padahal, daya tangkap antena dipengaruhi banyak faktor. Paling tidak ada ini: letak, arah, dan TKP. Antena indor, bisa menangkap sinyal secara maksimal bila lokasi pemasangan dekat dengan tower pemancar. (Silakan baca artikel saya sebelumnya). Kalau jauh, apalagi kehalang gedung jangkung, tunggu dulu. Antena indor akan kehilangan kesaktiannya. Saatnya antena outdor tampil. Itu pun ketinggiannya harus menyesuaikan. Agar sinyal bisa nyantol. 

Dari sudut estetika, antena indor memang secara design dibuat enak dipandang. Namun bukankah televisi itu yang ditonton adalah siarannya, bukan antenanya? ****