Kamis, 22 Desember 2022

ASO Surabaya dan Harga STB

SAYA setel alarm. Saya ingin bangun 10 menit sebelum siaran televisi analog dimatikan, Selasa lalu. Atau sudah masuk hari Rabu ya. Saya ingin melihat detik-detik gambar siaran televisi analog untuk terakhir kali. 

Entah kenapa, setelah beberapa kali tertunda, kali ini saya yakin. Bahwa siaran televisi analog akan benar-benar dimatikan. Rupanya, ada beberapa yang berpendapat beda. Menengok yang sudah-sudah, si berbeda ini masih berpendapat: pasti ASO alias Analog Switch Off tak jadi lagi! Ditunda lagi.

Sebuah keyakinan yang keliru ternyata. Karena, sekian detik setelah pukul 00.00, satu per satu siaran televisi analog di Surabaya menemui ajalnya. Menyusul kanal analog TVRI Surabaya yang 'bunuh diri' eh, ASO duluan ding.

Rabu pagi, yang saya duga terjadi. Orang-orang yang belum beli STB pada nggrundel, mengeluh. Sambil sesekali mencari kambing hitam. 

Sebagian --dengan nada agak miring-- ada yang menduga ini 'kerjaan' si itu atau si anu. Halpada alias padahal, ini program luama yang terkesan alotnya minta ampun untuk diwujudkan. Untuk yang nyetatus di sosmed dan berpendapat program migrasi ini sosialisasinya kurang, dikomentari oleh teman saya: kamu tidurnya kurang miring!

Saya tadinya berharap pemirsa yang belum punya STB dan televisinya belum support digital melihat pengalaman ASO di Jabodetabek atau Bandung, Yogya, Semarang. Bahwa, STB akan jadi buruan. Maka, baiknya sedia payung sebelum hujan. Beli STB duluan sebelum siaran analog dimatikan. Agar apa? Ya agar mendapatkan STB dengan harga wajar. Yang harganya belum naik-naik ke puncak gunung tinggi tinggi sekali.

Sekarang sudah kadung, sudah telanjur. STB kisarannya sudah di harga 250 bahkan 350 ribu, untuk jenis dan type yang sebelumnya hanya di bawah 200 ribu. Dan, orang-orang pada berebut. Walau tak sedikit di sosial media yang bilang 'sekarang bukan zamannya orang nonton tivi konvensional, saat ini zamannya Youtube, TikTok dan siaran streaming'. Ternyata mbelgedhes. Orang sebagian besar tetap nonton televisi yang gratisan. Buktinya STB --apa pun mereknya dan berapapun harganya-- laris manis di pasaran.

Balik ke siaran tivinya. Setelah ASO, di area Surabaya MUX Viva (yang dihuni antvtvOneSportOneNET.HD dan ArekTV) langsung gercep tancap gas di kanal baru. Yang tadinya di ch. 23, kini ada di 32. Metro yang di 25, kini menghuni channel 38. Tentu karena masih transisi, frekuensi lama tetap mengudara, walau secara power, frekuensi baru lebih jos-markojos. Nantinya Trans juga akan boyongan ke kanal 44, dari frekuensi transisi di ch. 27. Kapan? Ditunggu saja! ****

Minggu, 11 Desember 2022

SurabayaTV, Matahari Mati Suri?

SAAT Anda membaca tulisan ini tentu telah berbeda hari dari saat saya menuliskannya. Saat dimana mungkin telah terjadi suntik mati siaran tv analog di Surabaya. Ketika saya membuat tulisan ini, ASO (Analog Switch Off) di Surabaya dan sekitarnya (area Jatim-1; mencakup wilayah Gerbangkertasusila juga sebagian Pasuruan), secara hitung mundur kurang sembilan hari.

Secara waktu, tentu sembilan hari itu pendek sekali. Dibanding rentang panjang 'peta jalan' dimulainya migrasi ini. Sejak zaman menkominfonya pak M. Nuh. Hari ini, kalaulah ada pemirsa yang belum siap (tvnya masih belum digital, tak jua segera beli STB), kelompok ini akan tak bisa menyaksikan siaran tv setelah tanggal 20 Desember nanti.

Secara jumlah stasiun tv yang saat ini telah bersiaran digital di Surabaya terbilang sudah komplet. Dalam artian tv yang selama ini bersiaran analog. Lebih malah. Karena ada stasiun tv yang tidak ada di analog kini mengudara di kanal digital. Ambil misal CNN Indonesia, CNBC, Magna, BNtv, TVRI Sport, TVRI World, MaduTV dll. Juga ada tv lokal yang secara analog menghuni frekuensi 44 analog, yang sekian lama kurang terdengar kabarnya, sekarang muncul lagi. Tidak lagi di jalur analog, tetapi bersiaran di kanal digital. Ikut MUX-nya TVRI di channel 35 UHF. Ya, Anda betul: SurabayaTV.

Acara musik Jawa 
di SurabayaTV

Secara afiliasi jaringan, SurabayaTV adalah dari kelompok Indonesia Network-nya BaliTV bersama BandungTV, SemarangTV dan entah tv mana lagi. Namun dimana-mana, entah sampai kapan, taring sekaligus rating tv lokal kalah tajam dari tv nasional. Kualitas konten menjadi salah satu senjata tumpul tv lokal melawan dominasi konten tv nasional. Yang secara kapital memang lebih unggul. Benar, bisnis tv adalah bisnis yang mengandalkan kreatifitas. Dan, sebuah ide dari tim kreatif yang kemudian dieksekusi menjadi konten siaran, membutuhkan modal cuan yang cukup agar saat ditayangkan terlihat yahud. 

Tentu ada tv lokal yang sanggup mencari celah agar mampu menyelinap dan tampil di antara jajaran dan jor-joran program tv nasional. Ambil misal Jtv. Ia stasiun tv lokal yang punya program andalan dan cukup dikenal. Ada Pojok Kampung di segmen berita, juga ada Stasiun Dangdut di musik. MaduTV dan tv9 tentu telah punya segmen pemirsa tersendiri, dengan konten siaran andalan yang kita telah tahu sendiri. Sementara untuk ArekTV, BBSTV dan JawaPos tv (dh. SBO) kok saya belum menemukan program yang menjadi semacam killer content-nya.

Bagaimana dengan SurabayaTV? TV ini sebenarnya telah lama ada. Di jalur analog, di Surabaya. Namun sayangnya adanya, seperti tak adanya. Dalam artian, sekian lama ia seperti mati suri. Secara izin masih hidup, secara siaran ia mati. Kini SurabayaTV telah muncul dengan kualitas gambar yang bersih, suara yang jernih dengan teknologi lebih canggih. Ya, seperti tagline-nya si Modi.

Namun bagaimana program siarannya? Akankah ia sanggup membuat konten yang bisa menawan sekaligus menahan pemirsa agar tidak segera menekan tombol remote control untuk berpindah ke saluran lain?

SurabayaTV mempunyai slogan yang cukup mbois: Matahari dari Surabaya. Semoga 'matahari' itu selalu bersinar di kota pahlawan ini. Mampu menembus bayang-bayang kelabu acara (yang sebenarnya) kurang bermutu dari tv swasta nasional, namun anehnya banyak yang suka.*****


Rabu, 07 Desember 2022

Akhirnya Surabaya ASO Juga...

BEBERAPA hari yang lalu sempat tersiar kabar bahwa ASO (Analog Switch Off) di area Jatim-1 (Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Pasuruan, Gresik, Lamongan) akan dilaksanakan pada tanggal 16 Desember. Jam 24.00 WIB. Kabar itu sempat beredar di kalangan pemerhati siaran tv digital. Walau, akhirnya kabar itu kemudian menjelma menjadi seperti kabar burung.

Di kalangan pemirsa awam, tentu tak begitu antusias mendengarnya. Namun, bagi kalangan pemerhati, ada analisa yang masuk akal. Bahwa tak mungkin ASO dilaksanan tanggal 16. Kenapa? Bukankah final ajang Piala Dunia baru akan digelar tanggal 18 Desember. Bisa dibayangkan, betapa akan terjadi semacam 'kekacauan' bila penggila bola tiba-tiba tidak bisa menyaksikan laga final pesta bola paling akbar sejagad raya itu.

Betul, bagi gibol yang televisinya sudah digital dan atau memang sudah biasa menyaksikan siaran live World Cup via jalur (berbayar) lainnya, tentu tak masalah. Namun bagi pemirsa yang hanya mengandalkan tayangan gratisan via siaran televisi (analog), bila siarannya dimatikan, tentu akan misuh-misuh --walau dalam hati. 

Menghindari hal itu, maka diambil keputusan: ASO di area Jatim-1 dilaksanakan tanggal 20 Desember 2022. 

Apakah akan lanjay alias lancar jaya dan tanpa gejolak? Semoga demikian. Walau, bisa juga terjadi satu-dua pemirsa tv yang selama ini santuy dan kurang peduli walau di layar kaca acap dipampang sosialisasi tentang program migrasi ini, saat tv analog benar-benar disuntik mati akan mengomel dan menyalahkan sana-sini dibumbui argumentasi versinya sendiri.

Hal lainnya lagi adalah, seperti halnya terjadi tempo hari di Jabodatabek dan kemudian juga di Semarang, Bandung, Yogya: orang ramai-ramai mendatangi toko elektronika untuk membeli STB. Di saat seperti panic buying begitu, jangan tanya harga STB. Naik gila-gilaan. 



Barusan saya membaca wasap teman, bahwa stok STB di pasar Genteng Baru Surabaya menipis. Pasalnya tempo hari sempat diborong orang dari Semarang. Sepertinya akan dijual lagi untuk memenuhi tingginya permintaan STB setelah ASO disana.  Nah, nah. Kalau di pasar Genteng yang nota bene adalah pusat peralatan antena dan reciever DVB-S2 maupun DVB-T2 stok menipis, alamat toko-toko elektonik lainnya akan diserbu pemburu STB. Hukum lainnya adalah, bila demand lebih besar dibanding supply, tentu harga akan melambung jauh terbang tinggi bersama mimpi. 

Makanya saya bilang, saat tepat beli STB adalah sekian tahun yang lalu. Di kala harganya masih wajar. Ada STB yang harganya 160 ribu atau paling banter 200 ribu. Tetapi kini bukan sebagai nasi telah jadi bubur, namun mau tidak mau, bagi orang yang pesawat tv-nya belum digital, selain beli tv baru yang sudah ber-tuner digital, ya harus pakai STB. 

Bagaimana dengan pesawat televisi Anda?****