Senin, 08 September 2014

Mata Parabola

BIDANG apa pun itu, pastilah ada yang mengamatinya. Ini bisa diketahui bila kita menyaksikan televisi. Saat ada kecelakaan pesawat, misalnya, pastilah nara sumber yang diwawancarai (biasanya live) adalah pengamat penerbangan. Dan sebagai negara dengan mayoritas penduduknya doyan nonton bola, saat siaran langsung sepakbola, selalu ada yang bicara sampai berbusa-busa; pengamat sepakbola. Ini sebagai ironi negeri ini; yang prestasi sepakbolanya cuma begitu-begitu saja, tetapi pengamatnya pintarnya seperti melebihi Jose Mourinho, Roberto Mancini atau Maradona.

Pengamat televisi ada yang saya kagumi. Namanya Veven SP. Wardhana. Sayangnya, sudah almarhum beliau. Dulu saya menikmati tulisan amatan pertelevisian dari beliau di tabloid Monitor, juga di edisi Minggu harian sore Surabaya Post. Tulisannya khas, amatannya jelas, lugas dan mencerahkan. Ohya, selain beliau saya suka gaya Arswendo Atmowiloto.

Saat ini, ada satu buku berjudul Media dan Kekuasaan yang masuk dalam daftar untuk saya beli. Tulisan dari Ishadi SK. Orang televisi yang amat senior. Memulai karir sebagai reporter di TVRI sampai menjadi Dirut di stasiun televisi plat merah itu, lalu diajak Mbak Tutut memoles TPI, yang karena mempunyai 'kemampuan lebih' kemudian didaulat oleh Chairul Tanjung membangun TransTV.

Entahlah, kok saya suka sok mengamati televisi. Dan sekarang tambah satu lagi (namun masih belum jauh dari pertelevisian), yakni mengamati parabola. Ini sih saya lakukan belum lama, baru dua bulan berjalan. Yaitu sejak saya belajar merakit kemudian tracking mencari satelit. Saya pikir ini hal yang memang mengasyikkan. Paling tidak bagi saya.

Sekarang, kemanapun saya lewat, mata ini selalu jelalatan bila melihat antena parabola nangkring di atap sebuah rumah. Dari memerhatikan mereknya, ukurannya berapa feet, menghadap ke satelit apa, sampai mengira-ngira 4 LNB di atas dish itu untuk satelit apa saja dsb, dst. (malah ada teman yang bila melihat parabola ukuran besar tetapi sudah lama dibiarkan nganggur oleh pemiliknya, inginnya langsung mampir untuk 'nembung', memintanya. Hehehe...)

Sebagai pemula, paling tidak, saya sudah agak tahu kalau dish dengan satu LNB menghadap ke arah matahari pada jam dua siang (78,5º), saya duga si pemilik parabola kalau malam suka melihat 'perkebunan pepaya' yang disiarkan oleh beberapa televisi Thailand sana. Hehe.....*****

Senin, 25 Agustus 2014

DVB-T2 Venus

Venus Brio DVB-T2

SPESIFIKASI
Tegangan input
:100-240 VAC single-phase
Frekuensi input
:50 Hz
Power consumption
:≤ 10 watt
Proteksi
: fuse
Temperature range
:0-40˚C
Humidity range
:10-90%
a.Tuner

Tuning Frequency Range
: 478-694 Mhz
Demodulation
: COFDM
Channel Bandwidth
: 8 MHz
Transmission Mode
: 1K,2K,4K,8K,16K,32K
Guard Interval
: 1/4,19/256,1/8,19/128,1/16,1/32,1/128
Forward Errror Correction (FEC)
: 1/2,3/5,2/3,3/4,4/5,5/6
Konstelasi
: QPSK, 16 QAM,256 QAM
Input signal level
: -70 dBm s.d -25 dBm (38 dBµV s.d 83 dBµV
Antena Input
: 75 Ohm
b.Demultiplexer

Demultiplexing
: Profie MPEG-2 Transport Stream
c.Video Decording

Video Decorder
: MPEG-4 AVC (H.264)
Video Aspect Ratio
:4 : 3 :16 : 9
Resolution Source Video 
: SDTV 720 x 576 , HDTV 1920 / 1080p
d.Video Output minimal

Video format
: PAL
Output level
: 1 Vp-p (75 Ohm)
e.Audio Decoding

Audio Mode : single / dual /stereo

Audio Decoding 
: MPEG 1 Layer I & II (minimal) / AAC
Sample Rate
: 32/44.1 /48 KHz
Frequency Response
: 20 Hz-20 KHz
Output Level
: 300 mV RMS
f.Menu dan EPG

Menu dan EPG language
: Bahasa Indonesia
EPG Duration
: 7 hari
g.Input / Output Connector

Input RF Connector 
:IEC 169-2 Female: 75 Ohm
Output RF Connector
:IEC 169-2 male: 75 Ohm
Composite Video Out
:RCA-phone socket 75 Ohm
Audio Analog Out
:RCA-phone socket  ≤10 Ohm
HDMI Output
: HDMI
USB
: USB
Kelebihan
Kualitas siaran berakurasi dan resolusi tinggi
Siaran dengan kualitas gambar dan warna lebih baik dari televisi analog
Siaran tidak bersemut
Bisa merekam pakai USB
Dapat di gunakan untuk memutar film (Media Player)
Bergaransi