BIASANYA
menonton tayangan televisi via jalur UHF dan atau digital menggunakan
saluran FTA antena parabola biasa, dengan maksud hati menyenangkan
anak-anak pas musim libur sekolah begini, eh baru dua hari
mengaktifkan paket Family di Orange TV, tahu-tahu
National Geographic, Nat Wild, Fox Crime dan sejumlah channel
milik Fox grup yang disukai si sulung hilang dari tayangan.
(Bagi si bungsu sih tak ada masalah; Karena Disney Channel,
Disney Junior, dan sejenisnya masih ada). Dalam running text
di layar, pihak OrangeTV memberitahukan bahwa kerjasama dengan
pihak Fox memang tidak lagi diperpanjang, dan sebagai gantinya
ia akan menayangkan channel-channel yang kompetitif di
pasaran. Wih, kompetitif di pasaran, apa pula artinya? Padahal,
siapapun tahu, channel-channel yang hilang tadi tadi adalah
semacam menu wajib ketika orang berlangganan pay tv.
Iya,
paket Ku-band yang saya ambil hanyalah yang termurah (?), 'hanya' 80
ribu sebulan, atau kurang dari tiga ribu perak sehari. Tahu tidak,
setelah Fox grup tadi hilang, barusan, ketika saya cek ulang,
harganya kini sudah menjadi 99 ribu. Oh, sudah channel idaman
menghilang, harganya dimahalkan pula. Atau, bagi pelanggan Orange
TV, ini ibarat pepatah; sudah jatuh tertimpa tangga. Makanya, tak
berlebihanlah mungkin bila para pelanggan menghimpun kekuatan
bersama-sama ngluruk ke kantor OrangeTV dalam aksi
super damai sambil membentangkan spanduk bertuliskan: Om
Telolet Om!
Saya
intip situs Satelit Indonesia dan benarlah adanya, kekecewaan
para pelanggan terlontar di kolom komentar. Sekadar umpatan, sampai
ancaman akan berhenti berlangganan dan segera pindah ke pay tv
lain.
Benarlah
ungkapan seorang teman, bisnis pay tv di Indonesia sudah
mencapai titik jenuh. Persaingan antar perusahaan sengitnya minta
ampun. Yang gagal dalam kancah 'perang' (channel, tarif dst),
taruhannya gulung tikar. Lalu, dengan kenyataan Orange TV yang
(kata sebagian pelanggan) mahal sekali tarifnya namun kini minus Fox
grup, akankah ia akan tetap eksis atau segera ditinggal pergi para
pelanggan untuk kemudian menyusul pay tv lain yang kini sudah
menjadi mendiang?
Analisa
amatiran yang sempat saya baca adalah, bila sebuah pay tv
bangkrut, adalah mengubah haluan dengan memanfaatkan infrastruktur
yang dimilikinya untuk kemudian berubah bentuk menjadi hosting
channel FTA macam Ninmedia. Bagaimana pendapat Anda? *****