Rabu, 21 Desember 2016

OrangeTV: Om Telolet Om

BIASANYA menonton tayangan televisi via jalur UHF dan atau digital menggunakan saluran FTA antena parabola biasa, dengan maksud hati menyenangkan anak-anak pas musim libur sekolah begini, eh baru dua hari mengaktifkan paket Family di Orange TV, tahu-tahu National Geographic, Nat Wild, Fox Crime dan sejumlah channel milik Fox grup yang disukai si sulung hilang dari tayangan. (Bagi si bungsu sih tak ada masalah; Karena Disney Channel, Disney Junior, dan sejenisnya masih ada). Dalam running text di layar, pihak OrangeTV memberitahukan bahwa kerjasama dengan pihak Fox memang tidak lagi diperpanjang, dan sebagai gantinya ia akan menayangkan channel-channel yang kompetitif di pasaran. Wih, kompetitif di pasaran, apa pula artinya? Padahal, siapapun tahu, channel-channel yang hilang tadi tadi adalah semacam menu wajib ketika orang berlangganan pay tv.

Iya, paket Ku-band yang saya ambil hanyalah yang termurah (?), 'hanya' 80 ribu sebulan, atau kurang dari tiga ribu perak sehari. Tahu tidak, setelah Fox grup tadi hilang, barusan, ketika saya cek ulang, harganya kini sudah menjadi 99 ribu. Oh, sudah channel idaman menghilang, harganya dimahalkan pula. Atau, bagi pelanggan Orange TV, ini ibarat pepatah; sudah jatuh tertimpa tangga. Makanya, tak berlebihanlah mungkin bila para pelanggan menghimpun kekuatan bersama-sama ngluruk ke kantor OrangeTV dalam aksi super damai sambil membentangkan spanduk bertuliskan: Om Telolet Om!

Saya intip situs Satelit Indonesia dan benarlah adanya, kekecewaan para pelanggan terlontar di kolom komentar. Sekadar umpatan, sampai ancaman akan berhenti berlangganan dan segera pindah ke pay tv lain.

Benarlah ungkapan seorang teman, bisnis pay tv di Indonesia sudah mencapai titik jenuh. Persaingan antar perusahaan sengitnya minta ampun. Yang gagal dalam kancah 'perang' (channel, tarif dst), taruhannya gulung tikar. Lalu, dengan kenyataan Orange TV yang (kata sebagian pelanggan) mahal sekali tarifnya namun kini minus Fox grup, akankah ia akan tetap eksis atau segera ditinggal pergi para pelanggan untuk kemudian menyusul pay tv lain yang kini sudah menjadi mendiang?

Analisa amatiran yang sempat saya baca adalah, bila sebuah pay tv bangkrut, adalah mengubah haluan dengan memanfaatkan infrastruktur yang dimilikinya untuk kemudian berubah bentuk menjadi hosting channel FTA macam Ninmedia. Bagaimana pendapat Anda? *****

Kamis, 08 Desember 2016

Netralitas TV Berita

BILA suka menonton siaran berita, stasiun televisi manakah yang paling betah Anda untuk tidak segera menombol remote control demi pindah channel? MetroTV, KompasTV, I-NewsTV atau tvOne? Penonton televisi punya kedaulatan penuh untuk ganti saluran yang ditontonnya sesuka hati. Ini mungkin yang diterapkan pemilik televisi yang kadang sesuka hati pula menayangkan jargon partai miliknya di stasiun televisinya. Tidak sekadar jargon dan mars partai yang tidak sedikit anak-anak hafal syairnya karena tayangan itu begitu seringnya muncul, tetapi kalau diperhatikan, kentara betul bos stasiun televisi yang merangkap sebagai bos suatu partai memanfaatkan frekuensi televisi yang sebenarnya milik publik itu sebagai corong untuk kampanye bahkan di luar musim kampanye.

Tak perlulah dideretkan siapa-siapa saja dia dan stasiun televisi mana itu. Penonton televisi umumnya sudah tidak bodoh. Tetapi begini; adakah sanksi tegas dari pihak berwenang yang terkait dengan 'pelanggaran' tersebut dengan menjewer pengelola sebuah stasiun televisi yang memanfaatkan frekuensi seenak udel dan kepentingannya, dengan (misalnya) ancaman mencabut ijinnya. Secara selentingan sih pernah dengar kabar itu, yakni kabar bahwa ijin stasiun televisi yang masa berlakuknya supuluh tahun itu akan dibekukan, tetapi minilik praktik tersebut masih saja terjadi hingga kini, kok rasanya kita sebagai penonton televisi kudu memanfaatkan kadaulatan secara penuh; jangan tonton atau matikan saja televisi.

Semudah itu? Iya. Namun, tidak juga sih. Karena penonton televisi tidak hanya suka berita, ada juga yang demen tayangan dangdut alay atau sinetron-sinetron dan opera sabun ala India. Dan perhatikan; 'kampanye' partai milik si bos sering muncul sebagai running text bahkan di acara anak-anak. Alamaakk....

Baiklah, sekarang sudah ada CNN Indonesia. Stasiun televisi berita yang (menurut slogannya) kelas dunia berbahasa Indonesia yang di negeri ini mengudara sebagai bagian dari perusahaan Chaerul Tanjung. Bos TransMedia ini sejauh ini dikenal bukan sebagai politikus. Ia dokter gigi yang sukses mengguritakan bisnisnya. Itu pula yang konon membuat kantor pusat CNN di Amerika memilihnya sebagai partner di Indonesia.

Mengusung tagline News We Can Trust, mudah-mudahan ia bisa sungguhan dipercaya sebagai yang bukan sekadar menggendong secara diam-diam kepentingan (politis) pemiliknya yang entah condong ke parpol apa.

Nah, walau sinyalnya tertangkap secara cekot-cekot di parabola saya, syukurlah sudah sekian bulan ini CNN Indonesia mengudara secara FTA di Surabaya sebagai salah satu konten yang sedang bersiaran secara ujicoba pada sistem penyiaran digital terrestrial. Ia ada di MUX TVRI kanal 35 bersama Inspira dan NusantaraTV dan sejumlah konten TVRI lainnya. *****