Kamis, 19 Januari 2017

Ngawinin Desi dan Ninin

SETELAH sempat beberapa saat nongol di Ninmedia, channel milik MNC grup saat ini kembali zonk di Chinasat-11. Ya, Anda benar; kecuali kanal I-NewsTV. Padahal, kalau RCTI, MNCTV dan GlobalTV ada di Ninmedia, wih, sudah termasuk komplit channel TV nasionalnya. Tetapi begitulah MNC grup, jangankan yang gratisan alias FTA, pada saluran televisi berbayar (selain milik Hary Tanoe sendiri) saja ia juga tidak ada. Kesannya, channel-channel tersebut memang dibuat sebagai sesuatu yang eksklusif dan hanya ada di jaringan MNC Media. Ya, sekali lagi Anda betul; selain yang di satelit Palapa-D tentu saja. Ohya, Anda kembali benar; selain yang di SES-9 alias TVDesa.

Dengan demikian, bila sudah lock satelit Chinasat-11 (Ninmedia) pada 98.0ยบE dan ingin menonton tayangan RCTI, MNCTV dan GlobalTV, tinggal tambah satu LNB Ku-band lagi untuk lock satelit SES-9 di posisi 108.2* E.

Sebagai pemula, awalnya saya juga kesulitan untuk tracking SES-9, tetapi setelah mencoba beberapa kali, akhirnya dapat juga ngawinin Si Desi (sebutan untuk TVDesa) dengan si Ninin (julukan Ninmedia) dalam satu dish.

Sepiring berdua; Chinasat-11 dan SES-9. (Foto: Kang Edi)
Karena sinyal dari transponder 11026 V 20200 milik si Desi ini relatif pelit, awalnya saya masukin TP 11569 V 20000 milik Indovision (?). Sinyalnya lumayan luber sehingga gampang dicari. Ohya, saya menggunakan satfinder untuk ritual ini, tetapi, dengan menggunakan reciever dan pesawat televisi juga boleh kok. Yang penting bisa tracking, dan jangan lupa, karena sasaran tembaknya bermain di Ku-band, settingnya kudu yang Universal.. Nah, bila TP 11569 V 20000 sudah bisa dikunci, biasanya TP-nya si Desi juga ikutan nempel. Tinggal di-blind scan atau bisa juga dengan memasukkan TP secara manual. Usahakan proses mencari si Desi ini di kala cuaca cerah, karena kalau cuaca mendung, si Desi sering malu-malu menampakkan batang sinyalnya.

Maaf, saya tidak mengukur berapa centimeter jarak LNB antara Chinasat-11 dan SES-9. Lha wong dalam mencari tadi saya gerakkan LNB secara pelan-pelan pakai tangan. Nah, setelah batang sinyal muncul, baru deh si LNB saya pasang secara lebih kuat. Ohya, kalau dalam foto tampak LNB untuk si Desi saya buatkan tiang tersendiri dari pipa PVC, itu hanya supaya lebih gampang saja dan relatif tidak mengganggu tiang utama yang sudah ditempati LNB si Ninin.

Belum banyak sih channel di SES-9 ini. Dari yang belum banyak itu, dengan adanya si RCTI, MNCTV dan GlobalTV, paling tidak (mumpung masih FTA) bisa melengkapi koleksi saluran yang sudah ada di Nenmedia. *****

Kamis, 12 Januari 2017

Ajal Siaran TV Digital Terrestrial?

IYA, saya akan menulis tentang televisi lagi. Tetapi, kali ini, bukan tentang Ninmedia yang sejauh ini, walau telah ada FashionTV, NHK Word, Al Jazeera, Zing, DW (sekalipun yang saya sebut itu masih nongol sebagai test signal) ketahuilah, MNC grup masih belum ada. Bukan pula tentang si pendatang baru dari MMP atau SMV, yang walau sama-sama gratisan, tetapi ada perbedaan mendasar dengan Ninmedia. Yakni, bila kita bisa menyaksikan siaran dari Ninmedia (Chinasat-11/98*E) dengan hanya memakai perangkat yang dijual bebas di pasaran, tetapi untuk bisa menyaksikan konten dari SMV/MMP, perangkatnya kita harus kita beli dari mereka. Kabarnya, akhir Januari ini, setelah sekian waktu melakukan siaran percobaan, SMV akan resmi mengudara dengan platform yang disebut FTV, Free to View. Bukan FTA, Free to Air, seperti yang diterapkan oleh Ninmedia. Iya, kali ini, saya kembali menulis tentang siaran tv digital terrestrial. Nah, bagaimana kabar siaran televisi digital terrestrial di tempat Anda?

Seperti yang sempat diberitakan dan menjadi perhatian bagi sebagian pemirsa yang menunggu realisasi migrasi siaran televisi dari analog ke digital, era dimana gambar televisi yang diterima pesawat televisi kita tidak lagi bersemut walau antena sudah dipasang tinggi-tinggi sekali. Kerinduan itu itu bukan tanpa sebab, karena bukankah telah penah tersiar kabar pemerintah akan melakukan switch off siaran televisi analog yang konon memakan bandwitdh dan segera melakukan upgrade sistem penyiaran ke teknologi digital.

Laiknya langkah si renta, progress penerapan sistem yang di negara maju adalah sebuah kelaziman dan keniscayaan ini disini ternyata sangat tertatih sekali. Ada saja ganjalannya, ada saja kendalanya. Baik teknis, maupun (yang lebih dominan, sepertinya) adalah hal non teknis.

Untuk hal teknis, sejak 15 Juni sam 15 Desember 2016 kemarin, pemerintah dan beberapa lembaga penyiaran yang concern mendukung program ini, melakukan ujicoba non kemersial di beberapa kota Indonesia dengan TVRI sebagai penyedia insfrastruskturnya. Intinya, konten milik beberapa lembaga penyiaran itu dipancarkan menggunakan MUX milik TVRI. Maaf, saya tak hafal di kota mana televisi apa saja yang mengudara melalui uji coba ini. Tetapi, di Surabaya ini, tadi malam saya sempatkan untuk mengintipkannya untuk Anda.

Kalau MUX MNC grup (ch. 41/643 MHz) sudah sekian lama tiada itu saya sudah duga, tetapi kok ketika saya cari MUX MetroTV (ch. 25/506 MHz) juga sudah tidak lagi mengudara itu yang saya baru tahu. Termasuk MUX TransCorp (ch. 27/522 MHz) yang ternyata ikutan menghilang, menyusul MUX Viva grup (ch. 23/490 MHz), dan Emtek yang sedari dulu turun dari udara setelah sebentar sempat on air.

Kini, praktis tinggal konten TVRI yang masih bisa dinikmati. Yakni, TVRI1 Jatim, TVRI2 Jatim, TVRI3, TVRI4 plus peserta ujicoba non kemersial yang 'digendongnya'; CNN Indonesia, NusantaraTV dan Inspira.

Sepertinya, program migrasi ini makin lemah saja gaungnya. Dan detak yang makin melemah, kita tahu, adalah pertanda ajal telah tak terlalu jauh jaraknya. Kalau demikian kenyataannya, pemirsa televisi di negeri ini mesti entah sampai kapan lebih bersabar lagi untuk menunggu menikmati siaran televisi dengan konten beragam dan gambar yang cling bebas bintik. Produsen televisi yang telah melangkah begitu maju dengan menghadirkan produk kualitas bagus yang bisa memanjakan mata pemirrsa, menjadi kurang berguna ketika siaran yang tertangkap masih analog dan cuma segitu mutunya.

Tetapi, untungnya, selalu ada pilihan dalam hidup. Tak perlu menyebut, untuk bisa menikmati siaran berkualitas digital tetapi tetap tak berbayar, kalau mau, ada kok pilihannya. Mau? *****