Rabu, 18 Mei 2022

STB Recommended

TADI pagi saya ditelepon teman sekolah dulu. Yang kini mukim di Jakarta. Yang sudah sekian puluh tahun tak pernah berjumpa. Wasap-lah yang menjadikan kami saling sering mengintip. Obrolan teman. Di grup wasap alumni sekolah kami. Angkatan dahulu kala.

Selain mengintip obrolan teman lain, rupanya dia juga mengintip sosmed saya. Mungkin blog ini, atau kanal Youtube saya. Dan kata sebuah ungkapan, bicaralah tentang satu topik tertentu, kapan saja, niscaya orang akan mengenalmu sebagai orang yang tak jauh dari yang selalu kau obrolkan itu. Dengan kata lain, itulah yang dinamakan personal branding.

Maka ketika si teman saya itu minta wangsit kepada saya tentang STB apa yang menurut saya patut direkomendasikan untuk dibelinya, itu semacam efek dari personal branding tersebut. Bahwa dia mengenal saya sebagai yang sering saya bahas. Padahal, jujur saja, saya ini tak ahli dalam hal elektronika begitu. Baik software maupun hardware. Pokoknya saya ini nul-puthul

Benar memang, saya pernah mencoba memakai beberapa merk STB. Menurut saya, nyaris semuanya setali tiga uang. Mirip-mirip saja. Tampilan fisiknya, juga tampilan di layar saat STB dihidupkan. Sebagai yang gak paham, tentu saya menghindarkan diri untuk membandingkan antara satu STB dengan STB merk lainnya dari sisi dalemannya, chipset-nya, software-nya dan sejenisnya.

Sampai disini saya malah punya asumsi, jangan-jangan beberapa merk STB itu diproduksi oleh satu pabrik yang sama. Kecuali merk-merk ternama. Jangan-jangan STB-STB itu seperti saat dulu kita dibanjiri oleh motor buatan China. Ada Sanex, Jialing, Dayang dan banyak lagi merk yang lainnya. Kalau untuk bikin motor saja mereka bisa, untuk bikin STB tentu hal kecil dan tinggal pesan: mau dikasih merk apa. (Maaf, ini asumsi saya lho ya😊).

Kembali ke pertanyaan teman saya tadi, STB yang patut direkomendasikan tentu idealnya adalah yang secara spesifikasi sudah sesuai regulasi yang diterapkan di sini. Misal, sudah SNI. Sudah support EWS (Early Warning System). Perkara lalu STB itu bisa untuk Tiktok, Youtube dll saya pikir itu sebagai pemanis buatan saja. Karena, menurut saya, layar televisi laiknya dinilai sebagai sarana hiburan bersama. Bukan untuk dinikmati sendirian sebagaimana ponsel pintar. 

Jadi? Maaf, ini menurut saya lho ya --dan Anda tidak sependapat juga tak apa-- STB-T2 itu 'hanya' perangkat untuk agar kita bisa melihat siaran digital sementara pesawat tivi kita masih analog. Itu saja. Sehingga STB yang sesuai tentu yang tak jauh dari itu. Agar bisa untuk nonton tivi digital. Perkara merk, ada banyak dengan rentang harga yang tak terpaut jauh. Misalnya di pasaran banyak sekali dijual aneka merk mulai Matrix, Venus, Kaonsat, Evinix, Luby, Intra, Hinomaru, Welhome dll. dengan bermacam varian dan fiturnya. 

Contoh salah satu merk STB
yang ada di pasaran.

Namun saya perhatikan, justru merk ternama di jagad elektronika Indonesia macam Polytron, Akari atau Sharp yang belakangan ikutan memproduksi STB juga, pada produk STB-nya justru tak mengandung banyak fitur. Malah kesannya standard dan minimalis sekali. Ya itu tadi, asal bisa untuk nonton siaran tv digital terrestrial pakai pesawat yang masih analog. 

Secara after sales sarvice, tentu merk-merk yang saya sebut belakangan tadi lebih jelas dimana alamat  Service Center-nya. Namun, dengan harga baru yang di kisaran dua ratus ribuan, kalau layanan purna jual tempat dimana kita bisa memperbaikkan STB kalau terjadi kerusakan itu jauh letaknya, tentu perlu dipikir ulang. 

Walau tak semua tukang service TV menerima jasa perbaikan STB, bila beruntung kita bisa memperbaikkan STB kita yang rusak, yang tak jelas dimana Service Center-nya itu kepada mereka. Ongkosnya?

"Kalau setelah saya cek kerusakannya, lalu beli pengganti part yang bermasalah ditambah biaya jasa perbaikannya mendekati setengah harga kalau beli baru, biasanya saya sarankan untuk beli baru saja," demikian kata teman saya yang cukup expert di bidang perbaikan STB (baik S2 maupun T2).

Padahal, namanya juga barang elektronika, ibarat kata ya cuma mujur-mujuran saja. Ambil misal, saya beli STB merk Venus Cabai Rawit, sudah hampir dua tahun saban hari saya nyalakan sampai saat ini tetap sehat wal afiat. Sedangkan punya tetangga saya, dengan merk dan type yang sama dan waktu pembelian yang tak tepaut jauh, baru dua bulan pemakaian sudah tewas duluan.

Simpulan dan rekomendasi STB dari tulisan sepanjang ini adalah: belilah STB sesuai kebutuhan sekaligus sesuaikan dengan budged-nya. Perhatikan fiturnya, kalau itu penting, pertimbangkan. Kalau tak perlu fitur itu, pilih yang standard saja. Kalau sudah, berdoalah. Semoga awet STB-nya.***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar