Kamis, 12 Mei 2022

ASO Diundur (LAGI) !?

SEJAK kapan kita punya budaya tepat waktu?

Ah, janganlah begitu. Tetapi saya jadi ingat iklan pada baliho-baliho di jalan-jalan utama. Iklan itu, Anda tahu, adalah kalimat usil nan nylekit walau kadang --sambil nyengir-- kita mau tak mau mengiyakannya. Betul, iklan itu memang dari sebuah produk rokok. Namun pesan yang ditampilkan, bagi siapapun kadang sungguh menohok.

Misal, bunyinya begini: Alasan adalah Kunci Jawaban.

Saya tak hendak menantang debat siapapun. Namun, bangsa kita memang boleh kalah dari negara manapun untuk sepakbola atau bulutangkis, umpamanya. Namun untuk urusan mencari alasan, tunggu dulu. Mari kita lestarikan lagunya Dewi Lestari: 🎼🎡...malaikat juga tahu, siapa yang jadi juaranya...🎢🎢

ASO ini pun demikian. Sudah sejak lama dicanangkan. Tahapan-tahapannya. Daerah ini ikut tahap pertama, daerah lain menyusul berikutnya. Rapi jali. Planning-nya. Pas hari H?

Tanggal 30 April 2022 kemarin yang secara jadwal ada sekian ratus daerah yang mestinya tv analognya dimatikan permanen, ternyata realisasinya tidak demikian. Sebagian besar daerah itu tv analognya masih mengudara. Sampai saat ini belum (di)mati(kan). ASO diundur (lagi untuk ke sekian kali)?

Bukan diundur, tetap sesuai road map. Tetapi daerah yang ASO-nya ditunda itu, adalah daerah yang secara kasuistis dinilai kurang siap. Baik insfrastrukturnya, maupun ketersediaan STB-nya. Termasuk komitmen pihat LPS dalam memberi STB gratis bagi masyarakat di daerah tersebut. Dan bagi yang sudah siap, tetap jalan. Analog dimatikan.

Baca pelan-pelan. Itu penjelasan, gaess. Janganlah semua dinilai sebagai suatu alasan. Walau tidak disebutkan, ada lho masyarakat yang sudah secara suka rela beli STB sendiri tanpa menunggu pembagian gratis. 

"Lumayan, Mas. Sehari rata-rata laku 50 unit," kata teman saya di Ngawi yang di toko elektroniknya juga berjualan STB.

Dengan kata lain, ada masyarakat yang sudah siap ASO mandiri, demi bisa mononton siaran tivi bebas semut. 

Hal lainnya adalah, kalau sampai sekarang masih ada yang kurang ngeh apa itu ASO, dengan demikian, maka: apakah sosialisasinya yang kurang berhasil, ataukah orangnya saja yang kudet. Misal, ada lho yang menganggap ASO ini menyangkut juga siaran TV kabel. Dari kelas ecek-ecek yang banyak sekali beroperasi di daerah-daerah dengan kategori siaran tivi tak bisa dinikmati pakai antena UHF, sampai penyedia layanan tivi kabel sekelas LinkNet. Padahal, tidak begitu, Ferguso. Beda. Tidak sama alias mboten sami!


Benar memang, LinkNet dan seabreg penyedia jasa tivi kabel di daerah-daerah, di era digital ini masih ada juga yang 'jualan' siaran analog. Nah, apakah siaran analognya itu juga dimaksud dalam ASO yang sedang kita bicarakan? Sekali lagi: ya tidak! Beda jalur.

ASO yang digagas pemerintah adalah yang pakai frekuensi yang dipancarkan via stasiun transmisi. Yang pakai tower pemancar itu. Yang harus ditata. Agar tidak boros bandwidth. Yang mana spektrum frekuensi itu nanti, setelah semua tv tertata bersiaran di kanal digital, akan dialokasikan untuk internet.  Sementara siaran tivi kabel disalurkan melalui kabel, bukan dipancarkan melalui menara pemancar yang frekuensinya mutlak diatur ketat oleh pemerintah.

Nah, jelas sudah. Walau nanti semua kanal televisi di Indonesia sudah migrasi ke jalur digital, kalau pihak tv kabel (macam LinkNet, misalnya) masih 'jualan siaran analog' ya gak ngaruh. Sepanjang ada yang berlangganan. Kalau lalu LinkNet menawarkan siaran digital kepada pelanggannya, sekali lagi, itu tidak ada hubungannya dengan program ASO / Analog Switch Off. Itu hanya murni ilmu jualan. Bahwa, kalau mau konten yang digital, harga berlangganannya juga mesti naik. Begitu. Sesimple itu.

Lagian, program migrasi dari analog ke digital yang dijalankan pemerintah itu adalah untuk mengatur dan menata frekuensi siaran televisi baik LPP (Lembaga Penyiaran Publik --TVRI) maupun LPS (Lembaga Penyiaran Swasta) yang jumlahnya sekarang sudah 700 lebih. Ingat, itu semua adalah siaran FTA alias Free to  Air. Yang gratis, tis, tis. Bukan konten siaran milik pay tv macam HBO, StarSport, Fox, National Geographic, Waku-waku Japan dan sejenisnya.

Bagaimana?  ****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar